Evolusi Medis Wujudkan Harapan Hidup Pasien Kanker Paru

ADM • Thursday, 27 Aug 2020 - 10:13 WIB

 

JAKARTA - Kanker paru masih menjadi kanker paling mematikan di Indonesia sehingga menempatkan negeri ini pada zona yang serius. Bahkan, data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan adanya peningkatan angka kunjungan pasien kanker paru pada pusat rujukan respirasi nasional sebesar hampir 10 kali lipat dibandingkan 15 tahun lalu.

Data yang sama juga menemukan insiden tertinggi untuk kanker paru di Indonesia adalah pada laki-laki dan 11,2% di antaranya perempuan.

Pengentasan kanker paru menjadi penting, mengacu pada data GLOBOCAN bahwa ada 30.023 penduduk Indonesia didiagnosa kanker paru. Sementara, 26.095 orang meninggal akibat kanker paru pada 2018. 

Melawan kanker bukanlah hal mudah. Realitanya, kondisi, dan angka ini bagi pasien kanker paru bukan hanya mengenai perjuangan melawan kesakitan fisik, tetapi juga menghadapi beban psikososial dan materi pada keluarga maupun negara. Kondisi inilah yang mengakibatkan adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dari sisi pasien kanker paru, bahkan di masa pandemi seperti sekarang. Kesadaran akan permasalahan serius ini yang mendasari diluncurkannya Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) pada Februari lalu.

Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC) menyatakan, pasien kanker memiliki hak untuk memperoleh akses kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau seperti diatur dalam perundangan. Akses pengobatan terhadap pasien kanker paru akan memengaruhi kondisi mereka. Oleh karena itu, penting adanya kolaborasi berkesinambungan dari semua pihak baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat.

"Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru hadir sebagai wadah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta semua pihak terkait terhadap pentingnya upaya promotif, preventif, serta diagnosa dan pengobatan kanker paru sesuai pedoman penatalaksanaannya," kata Aryanthi dalam jumpa pers, Rabu (26/8).

"Gerakan ini ke depannya akan terus melakukan advokasi dan membuka kolaborasi dengan berbagai pihak untuk bersama-sama berpartispasi dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat kanker paru di Indonesia," tambahnya.

Dr. Erlang Samoedro, Sp.P, Sekretaris Umum PDPI menyebutkan, Indonesia merupakan negara dengan prevalensi rokok yang tinggi dan rokok sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker paru. Sehingga Untuk menekan prevalensi kanker paru di Indonesia perlu pengendalian dan penurunan prevalensi rokok serta pengendalian polusi udara.

Saat ini pengobatan kanker paru di Indonesia telah tersedia dalam beberapa pilihan pengobatan seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi target, dan yang paling terbaru ialah imunoterapi. Standar pengobatan kanker di Indonesia sudah maju dan setara dengan standar pengobatan internasional. 

"Di masa pandemi seperti sekarang, penanganan pasien kanker dilengkapi protokol kesehatan dan keselamatan yang ketat, terutama di rumah sakit. Kami para ahli medis berharap, meskipun kondisi pandemi, pasien tetap mengkomunikasikan penyakitnya dan berkonsultasi kepada kami untuk menentukan jadwal pengobatan demi menghindari komplikasi lebih lanjut," ujar Dr. Erlang.

Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K), Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI menambahkan, terapi kanker paru bisa berupa pembedahan, kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi. Seluruh terapi tersebut sudah ada di Indonesia dengan mengikuti panduan tatalaksana kanker paru dan PDPI yang disesuaikan dengan pedoman internasional. Sehingga, proses diagnostik dan terapi sama dengan standar di seluruh dunia.

"Seiring berkembangnya penemuan dalam penanganan kanker paru seperti pemberian terapi target (baik EGFR TKI, ALK inhibitor, dan lain-lain), sejak 2016 di Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru, yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh untuk memberikan respons imunitas antituor, sehingga meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium lanjut menjadi lebih panjang dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Sedikit berbeda dengan kemoterapi yang berfungsi membunuh sel kanker, imunoterapi meningkatkan respons imunitas antitumor," imbuh Dr. Sita.

“Pada saat ini kombinasi kemoterapi dan imunoterapi menjadi salah satu standar baru pengobatan kanker paru. Kehadiran imunoterapi menjawab tantangan dari metode pengobatan kanker terdahulu, yaitu peningkatan respons terapi dan peningkatan kualitas hidup. Terobosan pengobatan kanker paru saat ini dapat memberikan optimisme dan proses pengobatan yang lebih baik, khususnya bagi pasien kanker sehingga bisa memberikan hidup yang berkualitas," sambungnya.

Ada beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru-paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien, antara lain imunoterapi penghambat checkpoint sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel t adoptive yang mengubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker.

Lebih jelasnya, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi adalah langsung menyasar atau menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh. Dengan begitu, sistem kekebalan pada pasien kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut. 

Dalam kesempatan Ini, Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru juga meluncurkan kanal sosial media seperti Instagram @indonesiapedulikankerparu, Twitter @kankerparu, dan Facebook Indonesia Peduli Kanker Paru sebagai platform edukasi mengenai kanker paru dan pengobatannya.

 

Sumber: SINDOnews.com