APCASI Desak Pemerintah Turunkan Tarif Bea Ekspor

FAZ • Tuesday, 25 Aug 2020 - 18:40 WIB

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) meminta pemerintah untuk menurunkan pungutan dan pajak ekspor cangkang sawit.

"Untuk angka bea keluar kami minta US$4 per ton, sementara untuk dana pungutan sebesar US$3." kata Ketua APCASI, Dikki Akhmar, kepada pers di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Ketua Umum APCASI Dikki Akhmar mengatakan, cangkang sawit memiliki potensi ekspor untuk digunakan sebagai biomassa yang mulai diminati dan dibutuhkan di pasar Asia, khususnya Jepang dan Thailand.

Dikki mengatakan bea ekspor yang wajar untuk cangkang sawit itu berkisar empat dollar AS per ton untuk bea ekspor dan tiga dollar AS per ton untuk bea pungutan sawit sehingga eksportir masih mempunyai marjin untuk menjalankan usahanya.

Menurut dia, dengan pungutan sebesar USD22 per ton saja sudah menurunkan ekspor. Apalagi saat ini pemerintah berencana akan menaikkan lagi dana pungutan sawit menjadi USD20, sehingga total beban eksportir untuk pajak ekspor dan pungutan sebesar USD27 per ton, atau 33% dari harga produknya.

"Dengan naik menjadi USD22 saja hampir 90% eksportir tidak melakukan ekspor dan terpaksa merugi. Ini jadi kendala kita. Di satu sisi diminta genjot ekspor, tetapi dana pungutan yang tinggi ini jadi rintangan," jelasnya.

Menurutnya, akibat pajak ekspor dan dana pungutan yang nilainya tinggi, hampir 90 persen eksportir cangkang sawit berhenti mengekspor.

"Dengan angka pajak dan pungutan yang besar, ini hampir 90 persen eksportir tidak mengekspor, ketika terlanjur sudah kontrak, harus merugi untuk ekspor, karena terikat kontrak dengan importir. Jadi kalau sudah kontrak dengan importir, kami menghentikan sepihak, nanti kami akan dapat penalty dari importir." tambah Dikki.

Dikki menambahkan ekspor cangkang sawit tidak perlu diterapkan dengan pungutan dan BK tinggi karena produk ini dalam industri kelapa sawit dianggap limbah. Cangkang sawit bukan merupakan variabel yang bernilai dari produk minyak sawit mentah (CPO).

Dia meminta agar pemerintah untuk menetapkan harga cangkang sawit secara flat dan tetap, hal ini disebabkan karena pihak importir cangkang sawit atau industri pembangkit listrik membutuhkan kontrak jangka panjang dengan kepastian harga yang stabil.