Nutrisi Baik Pengaruhi Kecerdasan, Paling Dibutuhkan Anak 2 Tahun

ADM • Tuesday, 25 Aug 2020 - 09:36 WIB

JAKARTA - Anak-anak merupakan investasi masa depan bangsa untuk berkembang dan memiiki daya saing dengan negara lain. Untuk itu, pemenuhan nutrisi menjadi komponen penting karena sangat berperan dalam mempersiapkan generasi unggul.

Profesor Damayanti Rusli Sjarif, guru besar FKUI-RSCM menerangkan ibarat prosesor komputer, otak manusia adalah hardware, maka stimulasi adalah software-nya. Keduanya sama-sama dibutuhkan untuk mencapai pembelajaran maksimal (kecerdasan), dan sama-sama membutuhkan asupan nutrisi yang baik.

“Intervensi nutrisi paling dibutuhkan anak berusia di bawah 2 tahun adalah protein hewani, bukan tumbuh-tumbuhan seperti daun kelor ataupun zat gizi mikro, seperti vitamin dan mineral. Pada anak, kondisi stunting akan menyebabkan perkembangan terlambat, fungsi kognitif menurun, serta kegagalan sistem imun. Sementara pada saat dewasa, dia rentan obesitas, penyakit jantung, hipertensi, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya,” ujarnya, dalam keterangan pers, Kamis (13/8/2020).

Profesor Damayanti menuturkan untuk itu orangtua harus memantau tumbuh kembang anak, mencari petugas kesehatan, dan mematuhi semua tata laksana kesehatan yang berlaku. Apabila tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan, segera ditangani dengan intervensi gizi. Salah satunya seperti Pangan Khusus Medis khusus (PPMK) sesuai dengan rekomendasi dokter, dan jangan menunggu sampai stunting.

"PKMK yang krusial untuk menangani malnutrisi kronis akibat kekurangan asupan gizi atau kondisi medis lainnya sebaiknya disediakan oleh Dinas Kesehatan, terutama untuk anak dari keluarga kurang mampu,” katanya.

Hal senada dipaparkan Dr dr Tb Rachmat Sentika, dokter spesialis anak dan Staf Ahli HIPPG menyatakan, tindakan pencegahan stunting dimulai dari kedisiplinan pengukuran dasar, seperti berat badan, tinggi badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lainnya. Kemudian, dimasukkan ke dalam Buku KIA yang menjadi dasar alat pemantauan.

“Dari Buku KIA, kita bisa memulai tindakan deteksi dini dengan mempercepat skrining dan mengetahui tingkat risiko, hingga pengukuran diagnosis dini dan intervensi dini,” ujar dr Rachmat.

Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Indonesia, dr Mohamad Subuh MPPM mengetakan pencegahan stunting membutuhkan komitmen masyarakat hingga tingkat desa. Dalam hal ini, Dinas Kesehatan di kabupaten/kota yang menaungi puskesmas berperan besar dalam melakukan pencegahan maupun intervensi gizi spesifik agar pencegahan stunting pada baduta tidak terlambat.

“Stunting membutuhkan pendekatan multisektor pada masyarakat, termasuk pada intervensi gizi spesifik. Peran Dinas Kesehatan sendiri dimulai dari pencegahan di tingkat Keluarga, Posyandu, Puskesmas, hingga jika diperlukan Rumah Sakit. Namun, saat ini kita belum bisa dikatakan fokus mengentaskan stunting. Faktanya, berdasarkan hasil review per Juli 2020, saat ini dana APBD yang sudah dikeluarkan sebagian besar dari 34 provinsi di Indonesia untuk stunting masih sangat sedikit,” ujarnya.

Kerja sama antara pemerintah pusat hingga daerah, bahkan dengan sektor lain seperti lembaga kemasyarakatan maupun swasta, akan menjadi kunci penurunan prevalensi stunting yang ditargetkan menjadi 14 persen pada 2024. Hal ini dapat terwujud apabila kita mampu memperkuat upaya bersama untuk melindungi anak dari stunting, agar kita menjadi negara yang berdaya saing kuat di dunia internasional.

“Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pola asuh serta gizi yang benar dan cukup, agar dapat menjadi anak-anak cerdas dan unggul. Maka dari itu, kami menginisiasi diskusi ini untuk bersatu bersama dalam penurunan angka stunting dan mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar Direktur Eksekutif Habibie Institute of Public Policy and Governance Universitas Indonesia Dr drg Widya Leksmanawati Habibie.

 

Sumber: iNews.id