Aliansi Kebangsaan: Pancasila Menjadi Kerangka Paradigmatik Pembangunan Nasional

ANP • Sunday, 23 Aug 2020 - 21:48 WIB

JAKARTA - Pancasila sebagai modal sosial (social capital) yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dan harus terus menerus dibudayakan secara sadar oleh seluruh bangsa Indonesia utamanya oleh pemegang otoritas kekuasaan.

Demikian ditegaskan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam acara bedah buku Wawasan Pancasila karya Yudi Latif, di Jakarta, Jumat (21/8/2020).

Pihaknya juga menyambut baik hadirnya buku Wawasan Pancasila karya Yudi Latif, anggota dewan pakar Aliansi Kebangsaan, sebagai karya paripurna yang sangat fundamental dan komprehensif sebagai bintang penuntun untuk pembudayaan Pancasila.

"Kami percaya, tidak ada kebangkitan dan kemajuan tanpa diusahakan secara sengaja dan penuh kesadaran. Lewat pengalaman sejarah perjuangan bangsa, kita bisa melihat bahwa usaha menumbuhkan kesadaran itu memerlukan “fajar budi” (keutamaan budi), yang dapat menyatukan pikiran, perasaan dan kemauan dalam spirit kolektif. Dalam kaitain itu, peran intelektual sangat menentukan dan selalu menjadi pemantik gerakan kemajuan, kebangkitan dan kemerdekaan Indonesia di masa lalu," kata Pontjo..

Menurutnya, dalam mengarungi perjalanan bangsa ke depan, perjuangan mewujudkan politik harapan harus berjejak pada visi yang diperjuangkan menjadi kenyataan. Harapan tanpa visi bisa mengarah pada kesesatan. "Visi tersebut harus mempertimbangkan warisan terbaik masa lalu, peluang masa kini, serta keampuhannya untuk mengantisipasi masa depan," tambahnya.

Ia menjelaskan, agar visi transformatif memperoleh keampuhannya, maka perlu meletakkan pembangunan nasional dalam kerangka kerja perkembangan peradaban. Karena, pembangunan nasional itu pada hakekatnya merupakan gerak berkelanjutan dalam peningkatan mutu peradaban bangsa yang berlangsung pada tiga ranah utama kehidupan sosial, yaitu: ranah mental-spiritual (tata nilai), ranah institusional-politikal (tata kelola), dan ranah material-teknologikal (tata sejahtera).

"Ranah pertama kerap disebut sebagai ranah budaya, sedang ranah kedua dan ketiga disebut sebagai ranah peradaban. Meski demikian, lazim pula dipahami, bahwa dalam istilah peradaban pun terkandung basis nilai budaya. Oleh karena itu, ketiga ranah tersebut bisa disebut dalam satu tarikan nafas sebagai ranah peradaban," ujarnya.

Potjo mengakjui, dalam konteks Indonesia, visi Pancasila telah mengantisipasi pentingnya memperhatikan ketiga ranah tersebut, yaitu Ranah mental-karakter (tata nilai) basis utamanya adalah sila pertama, kedua, dan ketiga. Ranah institusional-politikal (tata kelola) basis utamanya sila keempat. Ranah material-tenologikal (tata sejahtera) basis utamanya sila kelima.

"Ketiga ranah tersebut bisa dibedakan, namun tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila memiliki kapasitas untuk menjadi kerangka paradigmatik pembangunan nasional. Dengan menjadikan sebagai “ideologi kerja” (working ideology) dalam praksis pembangunan, Pancasila akan dirasakan keberadaan dan keampuhannya," tegasnya. (ANP)