KKP Luncurkan Alat Mitigasi Tsunami Berbiaya Murah

ANP • Friday, 17 Jul 2020 - 23:01 WIB

JAKARTA - Secara geografis, posisi Indonesia berada pada jalur cincin api (ring of fire) dan pertemuan tiga lempeng besar yang saling bertumbukan. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia rawan terjadi bencana gempa dan tsunami. Berbagai bencana yang terjadi, seperti tsunami, kerap kali menelan banyak korban jiwa. Salah satu faktor penyebab tingginya korban jiwa dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat pesisir pada khususnya, mengenai tanda-tanda tsunami dan tindakan awal yang harus dilakukan.

Menanggapi prevalensi bencana di Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan  (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) tengah mengembangkan pendekatan berbasis masyarakat untuk kesiapsiagaan tsunami sebagai sarana untuk mengarusutamakan upaya mitigasi bencana di antara masyarakat pesisir. Di samping itu, KKP juga telah mengembangkan sistem peringatan dini tsunami yang efisien dan efektif yang dapat dengan mudah ditiru dan dikembangkan di daerah-daerah rawan tsunami.

Dalam seminar online berskala internasional, bertajuk Strengthening Mitigation Efforts through Community-based Tsunami Preparedness, yang diselenggarakan Pusat Riset Kelautan (Pusriskel) BRSDM, pada 16 Juli 2020, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, mengatakan bahwa perencanaan tata ruang pantai dan memberdayakan masyarakat, serta menilai peran mereka adalah kunci keberhasilan mitigasi tsunami. 

“Pentingnya komponen kultural dalam kerangka mitigasi gelombang tsunami mendorong para peneliti di BRDSM untuk mengembangkan sebuah alat deteksi tsunami yang dapat diproduksi, dijaga dan dipelihara langsung oleh masyarakat dan melengkapi sistem eksisting yang ada. KKP saat ini telah mengembangkan sistem peringatan dini tsunami berbasis pemantauan muka air di mana komponen keterlibatan dan budaya kesadaran masyarakat diperkuat secara bersamaan. Sistem sederhana ini memanfaatkan pengukuran muka air secara rapat dan cepat (real time) dan dapat memberikan peringatan dini secara cepat ke perangkat yang ditetapkan (email dan SMS),” terang menteri Edhy.

Alat sistem peringatan dini tsunami yang diberi nama IDSL (Inexpensive Device for Sea Level measurement) atau PUMMA (Perangkat Ukur Murah untuk Muka Air laut) merupakan buah karya kerja sama antara Pusriskel BRSDM KKP,  Joint Research Centre – European Comission, Ikatan Ahli Tsunami Indonesia (IATsI) dan Badan Informasi Geospasial (BIG). 

“Alat ini tidak hanya memberikan informasi langsung tentang perubahan kenaikan permukaan laut karena anomali yang tiba-tiba tetapi juga memperkuat kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat pesisir terhadap peristiwa tsunami di masa depan,” tegas Menteri Edhy.

Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja, menuturkan bahwa hingga saat ini, alat PUMMA telah dipasang sebanyak empat unit di Pangandaran, Marina Jambu, Pulau Sebesi dan Pelabuhan Sadeng. Empat unit tambahan rencananya akan dipasang dalam waktu dekat sehingga total alat PUMMA yang akan dipasang sebanyak 8 unit. Ke depan alat-alat sejenis PUMMA akan dikembangkan secara mandiri melibatkan UMKM dan kampus - kampus sehingga dapat memenuhi kebutuhan luasnya wilayah Indonesia yang memerlukan sistem peringatan dini tsunami mandiri dan belum ter-cover oleh sistem eksisting.

“Inovasi ini adalah langkah pertama kami untuk meningkatkan peran komunitas masyarakat pesisir dalam mitigasi bencana. Kami pun terus menguji dan mengembangkan inovasi dan terbuka untuk berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan terkait di dalam dan di luar Indonesia,” jelas Sjarief.

Lebih lanjut disampaikan Sjarief, bahwa penguatan budaya masyarakat pesisir yang tangguh bencana melalui pemanfaatan teknologi sederhana PUMMA perlu dukungan seluruh pihak. Oleh karena itu, KKP turut mempromosikan ADAT-Mandiri atau Aksi bersama Deteksi Awal Tsunami secara Mandiri yang memerlukan kerja sama semua pihak. 

KKP dengan PUMMA menawarkan penguatan sistem eksisting dengan terus meningkatkan partisipasi masyarakat pesisir untuk semakin sadar bencana dan mandiri dalam segala aspek mitigasi bencana pesisir. Keberadaan jaringan pelabuhan perikanan, para penyuluh, dan keplompok masyarakat pesisir sadar bencana yang tersebar di seluruh pelosok nusantara menjadi ujung tombak ADAT-Mandiri.  

KKP pun berharap koordinasi yang terjalin baik antara instansi pemerintah pusat dan lokal yang dikombinasikan dengan partisipasi langsung dari masyarakat, pakar peneliti/perekayasa, UMKM, kampus-kampus dan pemerintah dalam upaya mitigasi bencana tsunami sangat sesuai dengan konsep pentahelix mitigasi kebencanaan yang selama ini menjadi dasar BNPB dalam setiap upayanya menanggulangi berbagai bencana di tanah air.

Dalam kesempatan tersebut, BRSDM turut menghadirkan beragam narasumber kompeten dalam seminar seperti, Prof. Costas Synolakis (University of Southern California); Dr. Alessandro Anunsiato (Joint Research Center of European Commission); Ardito M. Kodijat (Indian Ocean Tsunami Information Centre); serta Iriana Rafliana (LIPI) dan Rahma Hanifa (ITB) yang tergabung dalam Indonesian Tsunami Experts Society. (ANP)