FKMTI : UU Agraria Tak Dijalankan Penyebab Terjadinya Perampasan Tanah

FAZ • Wednesday, 15 Jul 2020 - 20:12 WIB
Ilustrasi

Jakarta - Forum Korban Mafia tanah Indonesia (FKMTI) menyebut maraknya kasus perampasan tanah yang dilakukan para mafia lantaran aparatur negara tidak menjalankan Undang-Undang (UU) 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selain itu juga Peraturan Pemerintah (PP) 1/1960 tentang Pendaftaran Tanah.

Kedua peraturan tersebut sebenarnya dinilai sangat berpihak kepada rakyat untuk melegitimasi tanah yang mereka miliki sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD 45.

“Sebaliknya pemerintah menerbitkan PP 24/97 yang justru mengakomodasi kepentingan mafia perampas tanah rakyat,” kata Ketua FKMTI, Supiardi Kendi Budiardjo, Selasa (14/7/2020).

Budi menyatakan, oknum Badan Pertanahan Negara (BPN) kerap berlindung di balik PP 24/1997, meski sudah mengetahui kesalahannya menerbitkan SHGB di atas tanah SHM. Akibatnya dengan hanya bermodal SHGB dan dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik, tanah hasil rampasan mafia tanah menjadi seolah-olah legal.

Budi menyatakan pihaknya mendorong agar pemerintah merevisi atau bahkan mencabut PP 24/1997.

“Penguasa negara seharusnya mencabut PP 24/1997 yang bertentangan dengan UU Agraria yang sudah sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila,” tegas Budi.

Budi menambahkan maraknya mafia tanah yang merampas tanah masyarakat juga disebabkan kewenangan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri yang dipangkas dalam urusan pertanahan sejak 1993.

“Banyak kasus perampasan tanah terjadi pada awal tahun 90-an. Saat itu surat Ipeda, salinan letter diserahkan ke BPN. Jadi banyak tanah rakyat yang dikuasai pihak pengembang, perkebunan dan lain-lain,” katanya.

Sementara Sekjen FKMTI, Agus Muldya Natakusuma mengatakan terdapat perbedaan antara perampasan dan sengketa tanah. Agus menjelaskan sengketa biasanya soal perebutan hak waris atau dua pihak yang memiliki hubungan bisnis atas satu bidang tanah.

Sementara, korban perampasan tanah tidak pernah menjual dan ada sangkut paut hubungan keluarga dengan pihak perampas tanah. Agus menegaskan kasus-kasus yang dialami oleh anggota FKMTI adalah bentuk perampasan tanah.

Agus mencontohkan sejumlah kasus perampasan tanah yang dialami anggota FKMTI. Salah satunya yang dialami Robert Sudjasmin yang tanahnya di Pesanggrahan dirampas oleh pengembang. Tanah tersebut dibeli Robert melalui lelang negara dengan risalah lelang nomor 338 dan telah dinyatakan BPN clear and clean.

Akan tetapi, pengadilan memutus Robert bukan pemenang lelang nomor 388 dan SHM miliknya dibatalkan BPN. Tanah yang dibeli Robert sebenarnya berada di lokasi berbeda dengan pengembang. Kasus-kasus perampasan tanah serupa dialami para anggota FKMTI yang sebagian besar memiliki SHM.