Hari Koperasi Nasional ke-73: MenkopUKM Susun Konsep Arsitektur Pengembangan Koperasi Indonesia

ANP • Tuesday, 14 Jul 2020 - 13:45 WIB

JAKARTA – Koperasi merupakan salah satu lembaga ekonomi pertama di Indonesia yang dibentuk para pendiri bangsa, dengan tujuan sebagai sokoguru ekonomi Indonesia. Namun nyatanya, kondisi saat ini koperasi belum menjadi pilihan utama bagi masyarakat sebagai lembaga ekonomi. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, cita-cita koperasi sebagai sokoguru ekonomi Indonesia belum tercapai, karena 2 (dua) aspek, yaitu; rendahnya partisipasi penduduk Indonesia yang menjadi anggota koperasi, dan; rendahnya kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional. 

“PBB mencatat bahwa rata-rata 16,31% penduduk dunia menjadi anggota koperasi. Namun sayangnya di Indonesia sendiri angka partisipasi tersebut masih lebih rendah yaitu di kisaran 8,41%,” tegas MenKopUKM Teten Masduki, dalam keynote speech saat webinar nasional dengan tema "Tantangan Peluang dan Posisi Koperasi dalam Perekonomian Nasional", di Jakarta, Senin (13/7/2020).

MenkopUKM mengatakan, kontribusi koperasi terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2019 baru sebesar 0,97%, dan angka tersebut masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kontribusi koperasi terhadap ekonomi dunia, yaitu sebesar 4,30%. “Kondisi ini disebabkan oleh kendala terkait regulasi, manajemen dan SDM, akses pembiayaan dan pengawasan,” katanya.

Menurutnya, koperasi secara umum telah memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian Indonesia, di mana 123.048 unit koperasi mampu mendorong pembentukan 5,54% rasio PDB Koperasi secara nasional serta menyerap 0,45% dari total angkatan kerja di Indonesia. Tetapi, dari total jumlah koperasi tersebut, saat ini masih didominasi oleh Koperasi Simpan Pinjam dan unit Simpan Pinjam yang mencapai 59,9%, serta terkonsentrasi di Pulau jawa mencapai 46,5%.

“Di sisi produktif khususnya sektor pangan, sayangnya baru 13.821 unit yang bergerak di sektor pangan atau setara 11,23% dari total koperasi dengan kontribusi omset sebesar 7,27% terhadap total omset koperasi di Indonesia,” kata Teten.

Untuk mendukung pengembangan koperasi yang lebih fokus dan terarah tersebut, pihak MenKopUKM tengah menyusun konsep Arsitektur Pengembangan Koperasi Indonesia ke depan. Bertujuan untuk mewujudkan koperasi yang sehat, mandiri, modern, berdaya saing, dan mendukung UMKM melalui 4 pilar kebijakan yang berfokus pada infrastruktur, profesionalisme tata kelola koperasi, pembiayaan dan kapasitas usaha, serta pengawasan dalam konteks pembinaan terhadap Koperasi.

“Dalam arsitektur tersebut, pengembangan koperasi, kami arahkan agar sejalan dan mendukung pengembangan UMKM, sehingga akses UMKM terhadap permodalan, pasar, dan teknologi menjadi lebih luas, serta dampak ekonomi yang diberikan Koperasi dan UMKM dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar baik terhadap anggota maupun ekonomi Indonesia,” ujar Teten.

Menurutnya, setiap pilar kebijakan tersebut akan didukung oleh pencapaian 24 rencana aksi strategis (strategic actions), terdiri dari 4 aksi strategis pada pilar infrastruktur, 6 pada pilar profesionalisme tata kelola koperasi, 7 pada pilar pembiayaan dan kapasitas usaha, serta 7 pada pilar pengawasan. “Dua puluh empat (24) aksi strategis secara bertahap diformulasikan untuk dicapai dalam rentang waktu sampai dengan tahun 2024,” tambah Teten.

Ia menjelaskan, hal-hal yang bersifat fundamental, seperti penguatan regulasi, publikasi data, literasi, penyusunan model bisnis usaha koperasi, penguatan permodalan, akses pasar, serta penilaian kesehatan dan kepatuhan dalam konteks pembinaan koperasi, ditargetkan akan dicapai pada tahun 2020.

“Secara paralel, prasyarat untuk pencapaian aksi strategis pada tahun 2021 sampai dengan 2024 akan mulai disusun dan dalam pelaksanaannya, akan senantiasa dikoordinasikan dengan LPDB-KUMKM dan LLP-KUKM (SMESCO),” kata Teten.


Koperasi Sektor Pangan 

MenKopUKM Teten Masduki mengakui, sektor pangan memiliki kontribusi omset yang masih didorong dengan lebih optimal. Di sisi lain, juga terdapat urgensi dalam pengembangan sektor pangan di mana sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai kontributor ke-3 terbesar dalam PDB Indonesia serta merupakan sektor yang mendominasi usaha UMKM Indonesia (51,2%). 

“Ditambah akan dihadapkan pada gangguan keamanan pangan akibat pandemi sebagaimana diprediksi oleh FAO,” kata Teten.

Namun demikian menurutnya, sektor pangan juga menghadapi tantangan-tantangan yang cukup berat terutama dari sisi rantai pasok yang rumit dan panjang, serta rendahnya kepemilikan dan penguasaan lahan petani di Indonesia, di mana 58,72% rumah tangga petani Indonesia hanya memiliki 0,5 Hektar lahan. Untuk itu, Teten menegaskan, koperasi sebagai lembaga sosial ekonomi, dapat hadir sebagai solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut melalui konsolidasi orang (petani), lahan, logistik, sampai dengan pasar.

“Sebagai piloting pengembangan koperasi pangan, kami sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), serta salah satu BUMN yang bergerak di sektor pangan, Perhutani, untuk dapat memanfaatkan lahan yang telah didistribusikan kepada masyarakat sekitar hutan dalam program Perhutanan Sosial,” tambah Teten.

Nantinya, skema pengembangan koperasi perhutanan sosial dapat dilakukan dengan melakukan mapping dan pendampingan kepada potensi kelompok masyarakat di lahan Perhutanan Sosial yang secara ekonomi telah berkelompok dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

“Setelah adanya penguatan kelembagaan LMDH tersebut, maka pelatihan, pendampingan, dan digitalisasi dilakukan untuk dapat menjadikan koperasi modern. Pada kondisi ini, Koperasi Perhutanan Sosial dapat mengakses pembiayaan dari LPDB-KUMKM, Perbankan, dan sumber lain yang sah. Akses pemasaran juga dapat dilakukan melalui pendampingan standardisasi dan sertifikasi produk, sehingga dapat masuk ke pasar retail modern dan pasar online. Untuk lebih menjamin kepastian pasar, kami juga telah menggandeng beberapa BUMN sebagai offtaker,” ujar Teten.

Arah Pengembangan Koperasi di Indonesia 

MenkopUKM Teten Masduki meyatakan, koperasi dapat didorong sebagai sebagai pusat bisnis komoditi pangan, di mana petani perorangan akan dikonsolidasi dalam lembaga koperasi untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani. Konsolidasi petani ke dalam wadah koperasi sekaligus juga mengkonsolidasi lahan milik petani, konsolidasi pola tanam yang baik, konsolidasi sumber daya di pemerintahan dan konsolidasi pembiayaan. Konsolidasi tersebut mendorong peningkatan produktivitas dan memperkuat posisi tawar petani.

“Koperasi yang dibentuk harus memenuhi skala ekonomi sebagai sentra bisnis dengan luas minimum yang memadai yang akan berperan dari hulu ke hilir. Koperasi juga akan berperan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan model bisnis koperasi. Kemitraan dengan lembaga pembiayaan, swasta/BUMN sebagai offtaker. Dengan pola kemitraan ini, petani hanya fokus bercocok tanam. Proses bisnis seluruhnya dikerjakan koperasi, termasuk untuk menjaga mutu dengan melakukan pendampingan,” tegas Teten. (ANP)