Menteri Edhy Jawab Kegelisahan Nelayan dan Pembudidaya Situbondo

ANP • Friday, 10 Jul 2020 - 00:16 WIB

SITUBONDO - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo merespons dua aspirasi pembudidaya dan nelayan di Situbondo melalui sejumlah kebijakan. Pertama, terkait keluhan penurunan harga ikan, khususnya kerapu di masa pandemi Covid-19. 

Terkait ini, Menteri Edhy menegaskan KKP telah mengizinkan kapal pengangkut ikan hidup untuk membeli langsung hasil produksi para pembudidaya. 

"Dulu memang dilarang, alhamdulillah sekarang sudah kita izinkan masuk," kata Menteri Edhy saat berdialog dengan nelayan dan pembudidaya di Balai Perikanan Budidaya Ikan Air Payau (BPBAP) Situbondo, Kamis (9/7/2020).

Selain itu, untuk memaksimalkan penyerapan produksi para pembudidaya dan nelayan, Menteri Edhy melibatkan BUMN, Perinus dan Perindo serta PN Garam. Sementara bagi pelaku usaha yang membutuhkan cold storage, KKP menyiapkan akses pemodalan melalui dana BLU-LPMUKP serta dana kredit usaha rakyat (KUR). 

"Perinus Perindo sudah kita tugaskan, Menteri BUMN bahkan sangat mendukung. Bisa juga untuk bikin cold storage sendiri, begitu dinilai bisa (pengajuan kredit)  tidak sulit untuk mencairkannya," sambungnya.

Keluhan berikutnya terkait lobster, direspons Menteri Edhy melalui Permen KP Nomor 12/2020. Dalam regulasi ini, dia membuka kesempatan bagi siapapun untuk menangkap benih atau melakukan budidaya lobster. Bahkan, bagi perorangan yang ingin bergelut dengan lobster, tidak diperlukan izin khusus selama bertujuan untuk konsumsi sendiri.

"Tentang lobster, siapapun sekarang sudah boleh pak. Tidak perlu pakai izin untuk perorangan," urainya. 

Dikatakan Menteri Edhy, izin diwajibkan bagi perusahaan atau badan hukum guna memudahkan fungsi pengawasan oleh pemerintah. Selain itu, izin tersebut juga untuk mengikat serta menjadi kepastian harga pembelian dari perusahaan kepada nelayan penangkap benih.

"Pada pelaku usaha yang minta izin itu untuk membina nelayan ini masyarakat. Karena nanti kalau dijual, harganya harus pasti dan kami wajibkan minimal Rp5000," tegasnya. 

Adapun alasan dia melegalkan penangkapan benih lobster lantaran survival ratenya sebesar 0,02% atau hanya satu yang hidup dari 20.000. Terlebih nelayan menangkap benih dengan alat tangkap pasif dan tradisional serta tidak merusak lingkungan. 

"Yang penting ada pertumbuhan di masyarakat. Banyak, dari Sabang sampai Merauke masyarakat tegantung hidupnya dari mengambil anakan losbter ini dan ngambilinnya juga tidak menggunakan alat bantu ekstrim," terangnya. 

Dikatakannya, regulasi lobster juga mengusung semangat penguatan budidaya. Isu ekspor benih dihentikan sembari menyiapkan sumber daya manusia serta teknologinya seperti yang dilakukan di BBPAP Situbondo serta BPBL Lombok. 

"Nah sampai hari ini sambil menunggu potensi budidaya kita matang, baru akan kita hentikan ekspor benihnya," kata Menteri Edhy. 

Karenanya, Menteri Edhy menegaskan motivasi KKP dalam mengeluarkan kebijakan hanya untuk masyarakat, terutama yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan. "Saya tidak akan gentar dan terus maju, yang penting bagi saya nelayan, masyarakat di sektor KP bisa tersenyum gembira," tandasnya.

Dalam kunjungannya ke BPBAP, Menteri Edhy disambut oleh Bupati Situbondo Dadang Widiarto yang langsung mengutarakan aspirasi di atas. 

Selain meninjau perekayasaan lobster di BBPAP, Menteri Edhy membagikan paket bantuan pengembangan perikanan budidaya berupa premi asuransi perikanan pembudidaya ikan kecil, PITAP, serta sejumlah benih senilai Rp2,8 miliar. Selain itu, diserahkan pula bantuan pemodalan KUR sebesar Rp95 juta dan bantuan kredit LPMUKP sebesar Rp730 juta. (ANP)