Paludikultur cara efektif Pencegahan Kebakaran Hutan

AKM • Friday, 26 Jun 2020 - 14:40 WIB

JAKARTA – Musim kemarau 2020 sudah mulai melanda di beberapa wilayah Indonesia, dan berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hingga 22 Juni, sudah terdeteksi 870 titik panas akibat karhutla. Guna menekan terjadinya karhutla, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong konsep paludikultur sebagai konsep budidaya tanaman di lahan gambut tergenang yang memiliki implikasi positif pada keberlanjutan lahan gambut, salah satunya pengendalian karhutla.

"Paludikultur ini dapat mereduksi atau mengurangi karhutla, karena syarat Paludikultur, yaitu kondisi lahan tetap basah dan lembap, maka lahan gambut yang basah ini akan mencegah gambut mudah terbakar akibat kekeringan pada musim kemarau," kata Wakil Menteri, Alue Dohong kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/6).

Menurut Alue, peran strategis paludikultur di lahan gambut menjadi sebuah pilihan menjanjikan untuk perbaikan dan restorasi gambut, di samping juga berkorelasi positif pada reduksi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Selain itu, paludikultur juga bisa menguatkan ketahanan pangan nasional, mitigasi iklim, dan menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar.

Namun Alue menekankan, utamanya dari paludikultur adalah untuk menyelamatkan ekosistem gambut dengan mendorong penanaman tanaman endemik kawasan gambut, baik tanaman keras (pepohonan), maupun tanaman semusim (budidaya).

Tanaman yang dibudidayakan dalam konsep paludikultur, menurut Alue, mampu mendorong terbentuknya gambut baru melalui akumulasi sisa biomassa dari budidaya dengan konsep paludikultur. Kemudian akhirnya akan memperbaiki ekosistem gambut yang terdegradasi.

"Yang paling penting itu harus berkontribusi pada pembentukan gambut, kalau tidak kita belum bisa sebut sebagai paludikultur," imbuhnya.

Alue menjelaskan, saat ini tercatat ada 534 jenis spesies tanaman endemik lahan gambut, seperti sagu, ramin, jelutung, belangiran, gelam, dan lain sebagainya. Ia melaporkan 81 jenis dari jumlah tersebut merupakan jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti purun, kangkung, dan pakis-pakisan yang dapat dikembangkan dalam paludikultur.

"Miskonsepsi dan mis-interpretasi tentang paludikultur kerap terjadi, yaitu mengartikan semua tanaman yang bisa hidup dan bertahan tumbuh di gambut dianggap Paludikultur, seperti tanaman kopi arabika, nanas, karet dan kakao," paparnya. (AKM)