Haji Lokal di Tengah Covid-19

Mus • Tuesday, 23 Jun 2020 - 22:25 WIB

Oleh: Abdullah M. Umar

Menteri Haji Arab Saudi, Muhammad Saleh Banten dengan stasiun TV Al-Ekhbariyah pada 31 Maret lalu menyebutkan bahwa penyelenggaraan haji tahun ini akan menunggu wabah pandemi global corona selesai. Namun setelah masa tunggu penanganan covid-19 di Arab Saudi maupun di luar Saudi belum juga tuntas, Arab Saudi - melalui berbagai kajian - akhirnya memutuskan tetap menyelenggarakan haji tahun ini dengan jumlah jamaah yang terbatas, dari penduduk Saudi dan warga negara lain yang sudah menetap di Saudi (it has been decided that hajj for this year (1441/2020) will be held whereby a very limited number of pilgrims from various nationalities who already reside in Saudi Arabia, would be able to perform it). Kata “jumlah jamaah terbatas” sampai dengan saat ini belum ada angka pasti.

Bahkan dalam konferensi pers yang diadakan pada 23 Juni 2020, Menteri Haji Arab Saudi, Muhammad Saleh Banten mengatakan bahwa angkanya masih dalam kajian dan akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, Perwakilan Diplomatik Asing yang ada di Arab Saudi dan Kementrian Kesehatan.

Sementara itu Menteri Kesehatan Arab Saudi. Dr. Tawfiq bin Fawzan Al-Rabiah  dalam konferensi pers yang sama telah mengindikasikan beberapa standar kesehatan yang ketat bagi para mukimin/warga Saudi yang akan melaksanakan ibadah haji tahun ini. Diantaranya mereka yang berumur di bawah 65 tahun, tidak memiliki penyakit kronis, calon jamaah akan diwajibkan melakukan tes kesehatan, social distancing akan diterapkan secara ketat, kesehatan jamaah akan dipantau setiap hari dan jamaah akan diisolasi setelah melakukan haji.

Sekedar informasi, jumlah jamaah haji pada tahun 1440 Hijriyah lalu sebanyak 2.489.406 terdiri dari jamaah luar negeri sebanyak 1.855.027 orang, dan dari dalam negeri sebanyak 634.379 orang. 

Jumlah jamaah haji dalam negeri tidak lebih dari 2% dari jumlah penduduk Arab Saudi yang keseluruhan mencapai 34,22 juta orang. Di mana 21,11 juta adalah warga Saudi dan sekitar 13,10 juta orang merupakan para pendatang.

Terkait dengan jumlah pendatang terbanyak adalah India, 19.4%, Pakistan 14.5%, Bangladesh 14.4%, Mesir 14.3% dan Pilipina 11.3% diikuti oleh Yaman 5.07%, Indonesia 4.19% dan Sudan 2.5% serta warga asing lain seperti Palestina, Suriah dll.

Mungkin terbetik di kalangan masyarakat di Indonesia bahwa menjadi penduduk Arab Saudi/mukimin dapat melaksanakan haji kapan saja. Sekitar 15 tahun yang lalu mungkin pandangan ini ada benarnya, karena Saudi belum menerapkan aturan ketat bagi para calon jamaah haji dalam negeri. 

Namun seiring dengan terus bertambahnya penduduk dan juga para pendatang, Saudi mulai memberlakukan aturan ketat bagi jamaah haji dalam negeri. Para penduduk Saudi asli maupun pendatang hanya bisa melakukan haji 5 tahun sekali setelah memperoleh izin haji yang dikeluarkan Direktorat Imigrasi, tentunya dengan syarat adanya kontrak dengan travel resmi penyelenggara haji lokal. 

Pihak kepolisian pada setiap awal Zulqaidah sudah mulai mengaktifkan check point di beberapa pintu masuk kota Mekkah. Mereka yang tidak memiliki izin haji dilarang untuk memasuki Mekkah. Bahkan menjelang H-5, check point dibuat hingga 3 lapis. 

Tidak sampai di situ. Sejak diberlakukannya sidik jari, para mukimin yang tertangkap berusaha memasuki kota Mekkah tanpa izin haji terancam dideportasi. Aturan ini juga berlaku bagi kendaraan dan orang yang berusaha menggelapkan dan menampung jamaah haji illegal.

Biaya Haji Dalam Negeri
Sekitar 15 tahunan lalu masih ada travel haji lokal yang menawarkan harga kisaran SR 1.500 (sekitar Rp.5,7 juta). Namun pada tahun 2019, mengingat kuota yang sangat terbatas bagi jamaah lokal, travel Saudi rata-rata menawarkan paket ekonomis antara 4.500 hingga SR 5.500 (Rp. 17,1 jt hingga 20,9 jutaan). Itupun dengan fasilitas yang sangat sederhana mulai 7-15 Zulhijjah, hanya mencakup paket Arafah, Muzdalifah, Mina dan Mekkah (tanpa menginap), tidak termasuk ziarah ke Madinah.

Haji Koboy
Haji koboy atau Haji backpacker, istilah bagi mukimin yang berhaji tanpa izin haji , juga tanpa melalui travel lokal resmi pernah marak sekitar 10 tahun lalu. Seiring dengan aturan yang semakin ketat maka praktek haji seperti ini juga terus berkurang, namun masih ada. 

Para mukimin yang menjalankan haji dengan cara seperti ini biasanya sudah memasuki kota Mekkah jauh hari sebelum pemerintah memberlakukan pengetatan check point pintu masuk Mekkah. Mereka menyewa rumah secara kolektif di Mekkah, dan saat musim haji tiba ikut melakukan haji. Untuk meminimalisir hal ini pada setiap musim haji pemerintah Saudi terus melakukan kampanye “tidak ada haji tanpa surat izin haji”.

Penerapan Denda
Untuk menjamin terselenggaranya haji dengan lancar dan terhindar dari haji illegal, Arab Saudi memberlakukan denda bagi orang yang nekat mengangkut jamaah haji tanpa Tasreh, diantaranya adalah :

1. Penjara selama 15 hari untuk pelaku pertama kali, 2 bulan jika dua kali dan 6 bulan untuk ketiga kali untuk setiap jamaah haji yang diangkut.
2. Denda sebesar SR 10 ribu untuk pertama kali, SR 25 ribu untuk keuda kali dan SR 50  ribu untuk yang ketiga kali bagi tiap jamaah yang diangkut
3. Jika pelaku adalah pendatang maka setelah sanksi diberlakukan maka pelaku akan dideportasi dan dilarang masuk ke Saudi selama waktu tertentu.

Harian Okaz 13 Agustus 2019 menyebutkan bahwa tahun lalu sebanyak 40.352 jamaah dihalau dari Mekkah saat memasuki check point, sebanyak 244.485 kendaraan dihalau dari Mekkah, sebanyak 7.027 orang mukimin diambil sidik jarinya sebelum proses hukum lebih lanjut.

Dengan adanya pandemi ini tentunya aturan yang akan ditetapkan pasti lebih ketat lagi, karena pemerintah Saudi tidak ingin menjadikan penyelenggaraan haji sebagai point penyebaran Covid-19. Semoga pelaksaan haji tahun ini dengan jumlah yang sangat terbatas berjalan lancar dan terkendali.

Penulis adalah analis kebijakan publik di Jeddah, Arab Saudi.