Pemerintah Tidak Berangkatkan Haji 2020, Pengamat: Keputusan Tepat

Mus • Tuesday, 2 Jun 2020 - 21:21 WIB

Jakarta - Pengamat hubungan internasional, Arya Sandhiyudha, memuji keputusan pemerintah untuk tidak memberangkatkan haji tahun 2020. "Sudah tepat, karena jama'ah haji Indonesia kan mayoritasnya kelompok usia rentan," katanya.

Arya Sandhiyudha menyebutkan pentingnya sosialisasi dan penjelasan yang sangat baik terutama kepada jama'ah haji dan masyarakat Muslim, karena haji adalah cita-cita yang sangat ditunggu-tunggu. "Masyarakat berhak menerima penjelasan yang utuh, kenapa secara prosedur sangat tidak mungkin memaksakan haji tahun ini. Terutama bagi umat İslam, terlebih yang semestinya berangkat tahun ini perlu  dijelaskan bagaimana pertimbangan pembatalan Haji secara dalam dan luar negeri," ujar Arya.

Arya menyebutkan adanya dua pertimbangan utama faktor dalam negeri. "Faktor pertama, persyaratan karantina, dalam situasi sekarang darurat pandemi Glglobal COVİD-19, di dalam negeri pasti akan dimintai persyaratan prosesual karantina. Faktor kedua, komposisi kelompok usia rentan, dalam praktiknya di lapangan ketika kerumunan massal terjadi itu pasti resiko penularan tinggi sementara Jama'ah Indonesia biasanya 60 persen lebih lansia," ucapnyam

Selain pertimbangan faktor domestik, Arya juga menyebutkan faktor luar negeri. "Pertimbangan faktor luar negeri yang utama, masalah tenggat waktu. Pertama terkait persiapan administratif jama'ah, kalau hingga sekarang Arab Saudi belum membuka proses haji, ini bisa dibayangkan kalau kita tetap memaksakan proses di dalam negeri menjadi sangat singkat. Pengelolaan di sini termasuk pendaftaran pelayanan pemukiman, katering, dan kendaraan. Baik Mekkah, Madinah maupun Armina. Padahal proses normal yang minimal 8 bulan saja selalu terdapat Evaluasi, apalagi kalau berkejaran dalam waktu sangat singkat. Pelayanan haji kita pasti punya standar. Belum lagi dibagi dengan jumlah Jama'ah yang akan ketemu kloter pemberangkatan," urai Arya.

Selain masalah kualitas pelayanan di Saudi, Arya menyebutkan ada potensi kerumitan pada skema penerbangan. "Kedua, mengenai skema pembagian jatah maskapai İndonesia dan Saudi. Dalam kondisi COVİD-19 saat ini penerbangan internasional paling cepat buka akhir Juni. Sementara proses pra-penerbangan kan ada urusan administrasi dan perizinan yang tidak sederhana. Belum lagi Berkaitan dengan slot penerbangan sesuai standar internasional, traffic, keselamatan, sampai waktu parkir pesawat dan pengisian bahan bakar. Jadi ada kompleksitas urusan dan konteks COVİD-19 ini punya resiko sangat tinggi terhadap keselamatan," jelasnyam

Perihal adanya anggapan pemerintah tergesa-gesa mengumumkan pembatalan, padahal pihak Saudi belum mengeluarkan keputusan apapun, Arya tidak sependapat. "Ini justru tidak tergesa, malah terlambat. Semestinya sebelum Idul Fıtri sudah bisa diputuskan dan diumumkan, karena kalau dipaksakan pelaksanaan dalam tenggat waktu yang sangat singkat dari kebiasaan standard pengurusan administratif perizinan hingga penerbangan internasional yang sekarang belum semuanya membuka. Urusan aspirasi mahasiswa dan warga Indonesia di Saudi yang mau pulang ke İndonesia saja tidak mudah diurusnya kan," tutup Arya. (Jak)