Ini Sejarah Pembatalan Haji di Saudi

Mus • Tuesday, 2 Jun 2020 - 14:39 WIB

Jakarta - Dalam kalender Masehi, haji tahun ini mestinya diselenggarakan pada bulan Juli atau sebulan lagi. Sejauh ini otoritas Saudi belum memutuskan apakah haji tahun ini akan dibatalkan atau tidak. Namun, Indonesia sudah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini, andai pun, misalnya, Saudi tetap menyelenggarakan. Tidak cukup waktu bagi Indonesia untuk mempersiapkan penyelenggaraan haji. Waktu sudah terlalu mepet.  

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M,” tegas Menteri Agama Fachrul Razi dalam kesempatan telekonferensi dengan awak media di Jakarta, Selasa (2/6).

Menag berdalih kebijakan ini diambil karena Pemerintah harus mengutamakan keselamatan jemaah di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang belum usai. “Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jemaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” jelasnya.

Dalam sejarahnya, haji dibatalkan atau diselenggarakan dengan jumlah jamaah sangat rendah sudah terjadi 40 kali. Mungkin, pembatalan haji yang paling masyhur terjadi pada tahun abad ke-10 M atau ke-3 H, setelah sekte Qaramithah mengambil alih Masjidil Haram. Sekte Qaramithah berbasis di Arab timur dan mendirikan negara mereka sendiri di bawah Abu Taher al-Janabi. Sistem kepercayaan mereka didasarkan pada Islam Syiah Ismailiyah yang bercampur dengan unsur-unsur gnostik.

Mereka menganggap ibadah haji adalah ritual pagan. Karenanya, mereka - di bawah komando Abu Taher - melancarkan serangan ganas ke Makkah selama musim haji pada 930. Dalam serangan itu, mereka membunuh 30 ribu jamaah dan membuang jasad mereka ke sumur zamzam. Mereka kemudian mengambil Hajar Aswad dan membawanya ke basis kekuasaan mereka, Hajar (Bahrain).

Selama 10 tahun setelah kejadian itu ibadah haji dibatalkan. Sebelumnya, pada 865 M, Ismail bin Yusuf yang dikenal dengan al-Safak memimpin pemberontakan melawan Dinasti Abbasiyah.

Pada saat itu, al-Safak membantai jamaah haji yang tengah berkumpul di Gunung Arafah. Kejadian ini memaksa pembatalan haji.

Pada 1000 M, pembatalan haji disebabkan karena alasan yang sederhana, yaitu meningkatnya biaya perjalanan haji. Pada 1831 M, wabah dari India membunuh hampir tiga perempat dari total jamaah haji.

Kemudian antara 1837-1892, infeksi menyebabkan ratusan jamaah meninggal setiap harinya. Dalam sejarahnya, infeksi kerapkali menyebar selama musim haji. Sebelum zaman modern, hal ini jauh lebih menjadi masalah dari pada hari ini. Karena, ribuan jamaah berkumpul bersama dengah jarak yang begitu dekat, sementara perawatan—untuk penyakit yang terkadang mematikan - tidak memadai.