Sandi: Jaga Ketahanan Pangan dari Rumah

Mus • Saturday, 16 May 2020 - 11:53 WIB

Jakarta – Covid-19 membangkitkan satu kesadaran bersama bagi masyarakat Indonesia untuk memperkuat produksi demi terciptanya kemandirian dan ketahanan pangan. Selama ini istilah ketahanan pangan hanya sekadar jargon yang tidak dipahami dengan baik.

Founder OK OCE, Sandiaga Uno mengatakan, era pandemi harus dijadikan sebagai peluang untuk mengejar defisit dan mencegah krisis pangan. Salah satu cara mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan melakukan urban farming di rumah. Dengan begitu, paling tidak 50% kebutuhan pangan yang dibutuhkan setiap keluarga sudah bisa dipenuhi dari rumah.

“Ketahanan pangan sangat dibutuhkan di setiap negara untuk menjaga kestabilan dan keterjangkauan harga. Apalagi di tengah hantaman pandemi Covid-19 ini. Banyak orang kehilangan pekerjaan, akibatnya tak punya uang, tidak bisa membeli pangan,” jelas Founder OK OCE Sandiaga Uno dalam diskusi bertema Ketahanan Pangan Keluarga di Tengah Pandemi, Jumat sore (15/5/2020).

Untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat selain beras, ia mengajak masyarakat  menanam jagung, umbi-umbian, ketela, juga singkong. Selain itu juga menanam  sayur mayur dan membuat kolam ikan di sekitar rumah. Ia juga berbagi ide untuk mewujudkan kehidupan masyarakat aman pangan, yaitu melalui pendekatan urban farming di sekitar rumah, menumbuhkan ketahanan pangan sebagai prioritas, melipatgandakan kapasitas lokal, memperkaya food mix atau diversifikasi pangan, dan menerapkan teknologi di sektor pertanian.

“Dengan menerapkan teknologi, bisa menciptakan lapangan kerja. Green job. Ini bisa diserahkan kepada generasi muda. Sebanyak 55% milenial itu ternyata ingin punya usaha. OK OCE harus menangkap ini. Usahanya apa? Bidang pangan. Bisa pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan. Semua hal yang terkait pangan. Kita  harus hadirkan kekayaan kita untuk menuju kedaulatan pangan,” imbuh Sandi.

Andro Tunggul dari Komunitas Patani mengatakan, Indonesia diprediksi surplus beras 6,9 juta ton pada Juni. Namun demikian, akan terjadi titik kritis ketika masa panen selesai pada akhir tahun, karena setelah masa panen berakhir petani baru bisa menanam kembali.

“Periode itu yang menjadi titik kritis terjadinya rawan pangan, khususnya beras. Kenapa? Karena saat itu harga beras di tingkat petani jauh di atas HPP pemerintah. HPP pemerintah Rp8.300 sedangkan sekarang per April di tingkat petani Rp9.300. Jadi dengan kondisi itu, petani akan merugi dan sulit memproduksi bahan pangan selanjutnya. Sementara ekonomi kita masih lesu dan daya beli masyarakat masih rendah,” jelas Andro. (Mus)