Menteri Bintang Ajak Perempuan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara Jadi Garda Depan Cegah Covid-19

ANP • Thursday, 14 May 2020 - 21:47 WIB

Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengajak seluruh perempuan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara saling bergandengan tangan dan memperkuat komunikasi informal untuk menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan Covid-19, utamanya bagi kaum perempuan dan anak. Walaupun jumlah keterwakilan perempuan pada posisi pengambilan keputusan masih minim, namun Menteri Bintang berharap kaum perempuan dapat memberikan yang terbaik bagi Indonesia.

“Saya berharap hubungan yang terjalin antar perempuan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara tidak hanya sekadar hubungan formal, tapi juga hubungan personal dan kekeluargaan. Jika kita mampu membangun komunikasi secara informal, tentu merupakan kekuatan yang luar biasa bagi kaum perempuan. Salah satunya dalam upaya pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, serta menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di tengah pandemi Covid-19,” ujar Menteri Bintang pada Dialog dengan Perempuan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara melalui video conference.

Menteri Bintang melanjutkan dalam melakukan upaya pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, Kemen PPPA telah merangkul beberapa organisasi, termasuk organisasi perempuan, diantaranya Bhayangkari, Dharma Pertiwi, PKK, dan OASE.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar mengatakan selain telah meluncurkan gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) agar kaum perempuan berperan sebagai garda terdepan dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi dari tingkat keluarga, KPK juga terlibat dalam upaya pencegahan Covid-19.

“KPK turut terlibat dalam pencegahan wabah Covid-19 terutama dalam memantau penyelenggaraan anggaran pencegahan Covid-19 agar tepat guna.  KPK juga telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh penyelenggara negara agar bisa taat ketika akan melakukan pembelian barang dan jasa,” tutur Lili.

Selain KPK, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga tetap berupaya memberikan perlindungan bagi saksi dan korban selama pandemi Covid-19. Hal tersebut terutama bagi yang ingin melanjutkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual ke ranah hukum supaya dapat memberikan kesaksian secara aman tanpa ancaman.

“Selama Covid-19 kami masih sering kali harus ke kantor atau ke lapangan, karena beberapa korban perempuan harus diberikan perlindungan secara fisik. Selama ini ada beberapa kasus di mana saya lebih mengandalkan anggota LPSK perempuan, karena dalam persoalan perlindungan mereka sering kali memiliki ide yang tidak terpikirkan oleh tim lainnya,” ungkap Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas.

Peran perempuan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan berpengaruh terhadap capaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia).

Menurut data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pada Pilkada 2018, hanya terdapat 8 persen kepala daerah perempuan (gubernur, bupati dan wali kota) dan di bawah 10 persen wakil kepala daerah perempuan (wagub, wabup, dan wawalkot).

“Kendala yang dialami oleh perempuan pada rekrutmen calon pejabat publik, salah satunya rekrutmen Calon Hakim Agung adalah kurang vokalnya perempuan Calon Hakim Agung pada tahap wawancara terbuka. Selain itu, kendala pada kepemimpinan lembaga yang sifatnya sentralistik adalah promosi mutasi yang sifatnya nasional. Jika seorang perempuan ingin menjadi pimpinan pengadilan negeri, maka mereka harus mengalami kendala mutasi yang jaraknya jauh,” tutur Wakil Ketua Komisi Yudisial, Sukma Violetta.

Pada 2019 Kemen PPPA telah membuat Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Dalam rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Grand Design tersebut direkomendasikan menjadi Perpres.

“Semoga pertemuan seperti ini bisa terus dilaksanakan, terutama secara personal sehingga bisa mendekatkan diri kita satu sama lain dan menyampaikan aspirasi secara lebih terbuka. Jika jumlah keterwakilan perempuan di tingkat pengambilan keputusan masih belum maksimal, namun kita harus tunjukan yang terbaik bagi Indonesia,” tutup Menteri Bintang. (ANP)