Korban Jiwa COVID-19 di AS Melebihi Jumlah Warga AS yang Terbunuh di Perang Vietnam 

Mus • Wednesday, 29 Apr 2020 - 15:29 WIB
Petugas medis Boston EMS menangani seorang pasien dalam perjalanan ke ambulans di tengah wabah Covid-19 - Reuters/Brian Snyder

Washington, AS – Korban tewas akibat Covid-19 di AS pada Selasa (28/4) melebihi 58.220 jiwa orang Amerika yang hilang selama Perang Vietnam, seiring dengan penambahan jumlah kasus Covid-19 yang mencapai 1 juta di AS. Demikian menurut penghitungan Reuters, seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (29/4). 

Berdasarkan penghitungan tersebut, jumlah kasus Covid-19 di AS bertambah dua kali lipat dalam 18 hari. Angka ini adalah sepertiga dari total kasus infeksi di seluruh dunia. 

Jumlah aktual kasus diperkirakan lebih tinggi, setelah sebelumnya pejabat kesehatan masyarakat negara bagian memperingatkan bahwa kekurangan tenaga kesehatan terlatih dan peralatan menyebabkan semakin terbatasnya kapasitas pengujian. 

Sekitar 30% kasus terjadi di negara bagian New York yang menjadi episentrum penyebaran di AS, diikuti negara bagian New Jersey, Massachusetts, California, dan Pennsylvania. 

Korban tewas di AS sejak kematian pertama yang tercatat pada 29 Februari lalu telah mencapai 58.233 pada Selasa (28/4), naik lebih dari 2.000 dari hari sebelumnya. 

Berdasarkan model peramalan yang dibuat oleh University of Washington, yang sering dikutip oleh para pejabat Gedung Putih, wabah Covid-19 dapat merenggut lebih dari 74.000 nyawa di AS hingga 4 Agustus mendatang, dibandingkan dengan perkiraan pada 22 April lalu yang lebih dari 67.600. 

Secara global, kasus Covid-19 telah melebihi angka 3 juta sejak wabah dimulai di Tiongkok pada akhir tahun lalu. Amerika Serikat, dengan populasi terbesar ketiga di dunia, menghadapi kasus lima kali lebih banyak daripada negara-negara yang paling parah mengalaminya yaitu Italia, Spanyol dan Prancis. 

Menurut penghitungan Reuters, dari 20 negara yang terdampak paling parah, AS menempati urutan kelima berdasarkan kasus per kapita. 

AS mencatat sekitar 30 kasus per 10.000 orang. Spanyol menempati urutan pertama dengan lebih dari 48 kasus per 10.000 orang, disusul oleh Belgia, Swiss, dan Italia. 

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menyatakan, selain melebihi korban Perang Vietnam, korban Covid-19 di negaranya juga melebihi jumlah kematian akibat flu musiman selama beberapa tahun terakhir, kecuali untuk musim 2017-2018. 

Kematian akibat flu berkisar dari 12.000 pada musim 2011-2012 hingga 61.000 selama 2017-2018. 

Menurut CDC, kematian akibat Covid-19 di AS lebih rendah dari 100.000 warga yang meninggal akibat flu musiman pada 1967. Angka ini juga jauh lebih tidak mematikan ketimbang flu Spanyol, yang dimulai pada 1918 dan menewaskan 675.000 warga Amerika. 

Perintah tinggal-di-rumah, yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bertujuan menghambat penyebaran virus, telah menghantam perekonomian AS dan meningkatkan jumlah warga yang mencari tunjangan pengangguran. 

Sekitar selusin negara bagian mulai melonggarkan aturan pembatasan tinggal-di-rumah meskipun ada peringatan dari para ahli kesehatan bahwa tindakan prematur dapat menyebabkan lonjakan kasus baru. 

Survei Reuters/Ipsos bulan ini menemukan bahwa mayoritas warga Amerika bipartisan ingin melindungi diri mereka dari virus corona, meskipun hal itu berdampak pada ekonomi. 

Gubernur negara-negara bagian lain, termasuk New York, telah menunda pelonggaran pembatasan karena khawatir hal itu mungkin memicu gelombang kedua infeksi. 

“Semua orang bicara tentang pembukaan kembali. Saya memahami itu,” kata Gubernur New York Andrew Cuomo. Ia menegaskan bahwa keputusan apa pun tidak boleh dibuat berdasarkan pertimbangan politik atau emosional atau sebagai reaksi terhadap aksi protes. 

“Kami ingin membuka kembali, tetapi kami ingin melakukannya tanpa menginfeksi lebih banyak orang lagi atau membuat sistem rumah sakit kewalahan,” kata Cuomo seraya menambahkan bahwa jumlah kematian di negara bagiannya telah bertambah 335 pada hari terakhir. (lic)