Tertekan Dolar AS, Rupiah Pagi Berada di Rp13.617

• Monday, 27 Jan 2020 - 11:13 WIB
Rupiah pagi melemah. (Foto: iNews.id/Yudistiro Pranoto)

JAKARTA - Kurs rupiah di pasar spot pada perdagangan, Senin (27/1/2020), pagi tertekan dolar Amerika Serikat (AS). Meski begitu mata uang Garuda masih bertahan di level psikologis Rp13.600 per dolar AS.

Data Bloomberg pukul 10.06 WIB menunjukkan, rupiah terdepresiasi 35 poin atau 0,26 persen menjadi Rp13.617 per dolar AS dari posisi pekan kemarin Rp13.582 per dolar AS. Laju pergerakan harian rupiah tercatat Rp13.583-13.617 per dolar AS dengan level pembukaan di Rp13.583 per dolar AS.

Business Insider mencatat, rupiah melemah 18 poin atau 0,13 persen menjadi Rp13.620 per dolar AS dari sesi terakhir sebelumnya Rp13.602 per dolar AS. Saat dibuka, rupiah diperdagangkan di Rp13.573 per dolar AS dengan rentang pergerakan harian Rp13.573-13.620 per dolar AS.

Berdasarkan laporan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah menguat 20 poin menjadi Rp13.612 per dolar AS dari sebelumnya Rp13.632 per dolar AS.

Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memaparkan nilai tukar rupiah pada awal pekan melemah seiring koreksi mayoritas mata uang regional Asia. "Pagi ini mata uang kuat Asia dolar Hong Kong dan dolar Singapura dibuka kompak melemah terhadap dolar AS. Kemungkinan rupiah terbawa melemah ditambah secara teknikal rupiah telah menguat cukup tajam pada pekan lalu," kata dia di Jakarta, Senin (27/1/2020).

Lembaga pemeringkat kredit internasional Fitch pada akhir pekan lalu menetapkan peringkat utang Indonesia tetap BBB dengan outlook stabil. Faktor yang mendukung peringkat tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah dibandingkan negara peers dengan peringkat yang sama. Di sisi fiskal, Fitch memperkirakan defisit fiskal akan stabil pada 2020. Utang pemerintah diperkirakan masih rendah pada 30,1 persen dari PDB 2019. Dengan outlook yang stabil, Fitch masih akan mempertahankan peringkat BBB hingga tahun depan.

Sentimen lainnya, Ratu Elizabeth II memberikan persetujuan atas rencana Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit), yang akan dimulai pada 1 Februari 2020. Selanjutnya Inggris mempunyai waktu 11 bulan untuk merundingkan aturan terkait hubungannya dengan Brussels dan mitra-mitra terkait. Dalam masa transisi tersebut yaitu 1 Februari sampai 31 Desember 2020, Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa dengan segala kewajibannya.

Dengan meninggalkan Uni Eropa, sekitar 60 persen dari ekspor Inggris akan terganggu terkait dengan pengenaan tarif atas barang impor yang masuk ke Uni Eropa yang saat ini tercatat nol persen.

"Namun sentimen pasar tampaknya cukup netral terhadap keputusan ini karena sudah diperkirakan sebelumnya," ujar Lana.

 

Editor : Ranto Rajagukguk

(Sumber : iNews.id)