Dukungan Alford Capital Limited Teehadap Kasus Paradiso

• Wednesday, 18 Dec 2019 - 05:13 WIB
Penasehat Hukum Alfort Capital Sendi Sanjaya memberikan keterangan kepada media setelah persidangan kasus penggelapan saham Kuta Paradiso, Denpasar, Selasa (17/12/2019)

DENPASAR - Alfort Capital Limited melalui kuasa hukumnya Sendi Sanjaya, S.H., M.H. mendukung langkah hukum yang dilakukan Tomy Winata melaporkan Bos Hotel Kuta Paradiso Harijanto Karjadi. Hal tersebut dikarenakan pengalihan saham PT. Geria Wijaya Prestige (PT. GWP) jelas bertentangan dengan Akta Perjanjian Pemberian Kredit Nomor 8 tanggal 28 November 1995 yang di buat oleh dan dihadapan Notaris Hendra Karyadi, S.H.

“Pengalihan saham tersebut tidak pernah diberitahukan apalagi mendapatkan persetujuan dari kami selaku salah satu kreditur yang telah mempunyai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. tanggal 18 Agustus 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 187/PDT/2012/PT.DKI tanggal 17 Juli 2012 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1300 K/Pdt/2013 tanggal 19 Agustus 2013 jo. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 232 PK/Pdt/2014 tanggal 17 September 2014 jo. Putusan Peninjauan Kembali Kedua Nomor 531 PK/Pdt/2015 tanggal 21 Maret 2016”

“Hal tersebut jelas tidak dibenarkan karena saham-saham PT. GWP yang awalnya dimiliki Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi telah menjadi objek jaminan kredit kepada para kreditur yang salah satunya adalah kami. Jadi jika ada pengalihan saham baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain, harus sepengetahuan dan sepersetujuan para kreditur”

Sendi juga menanggapi keterangan dari Penasehat Hukum Harijanto Karjadi yang dikoordinir Petrus Bala Pattyona yang dimuat dalam beberapa media baik cetak maupun elektronik yang menyatakan PT. GWP belum menyelesaikan kewajiban kepada para kreditur dikarenakan belum ada satu pihak pun yang benar-benar solid secara hukum punya hak mengklaim kepemilikan piutang PT. GWP.

“Kami justru merasa lucu dengan keterangan Penasehat Hukum Harijanto Karjadi tersebut. Jika yang dimaksudkan hanya terhadap perkara No. 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. hal tersebut lucu sekali. Kami Alfort Capital Limited sudah mempunyai putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sejak tahun 2013 yang menyatakan PT. GWP diharuskan membayar utang kepada Alfort Capital Limited selaku salah satu kreditur yang sah, tapi sampai saat ini PT. GWP masih belum juga membayar utangnya tersebut dan masih terus melakukan perlawanan hukum yang seyogyanya tidak dapat dilakukan lagi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap”

Selain itu, Sendi juga menanggapi keterangan dari Kuasa Hukum PT. GWP yang lain yakni Boyamin Saiman yang pada intinya menyatakan dan meminta agar pihak-pihak menghormati putusan hakim. “bagaimana bisa kuasa hukum PT. GWP meminta pihak-pihak menghormati putusan hakim, sementara PT. GWP sendiri tidak mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang telah dimiliki oleh Alfort Capital Limitied. Keterangan kuasa Hukum PT. GWP tersebut kontradiktif dengan perbuatan PT. GWP yang hingga saat ini belum juga melakukan kewajiban pembayaran utang kepada para kreditur terutama Alfort Capital Limited yang telah memiliki putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”

Dan terkait klaim Fireworks Ventures Limited sebagai kreditur tunggal atas utang PT. GWP yang merujuk pada Kesepakatan Bersama tanggal 8 November 2000, hal tersebut sudah tidak berdasar secara hukum dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Alfort Capital Limited telah memiliki putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mana dalam perjalanan proses perkara dari tingkat Pengadilan Negeri sampai Peninjauan Kembali Kedua, Fireworks Ventures Limited juga masuk sebagai pihak dalam perkara-perkara tersebut. Sehingga seyogyanya Fireworks pun telah mengetahui bahwa mereka bukan kreditur tunggal atas utang PT. GWP;

2. Selain Alfort Capital Limited, masih ada kreditur lain yang juga telah memiliki putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yakni Gaston Investment Limited;

3. Dalam Pasal 1 Kesepakatan Bersama hanya berbunyi “Bank-Bank Sindikasi dengan ini memberikan wewenang kepada BPPN untuk melakukan pengurusan penyelesaian hutang debitur yang timbul dari perjanjian kredit, dengan menggunakan kewenangan yang dimiliki oleh BPPN berdasarkan ketentuan yang di atur dalam PP No. 17 Tahun 1999.” Jadi telah jelas bahwa tidak pernah ada pengalihan hak tagih secara keseluruhan dari bank-bank sindikasi (para kreditur) kepada BPPN. Karena pengalihan hak tagih semestinya di buat dalam bentuk Akta Pengalihan Piutang (Cessie) dan Akta Perjanjian Jual Beli, terang Sendi;

4. Dalam Pasal 2 ayat (1) Kesepakatan Bersama, berbunyi “Segala biaya yang timbul sehubungan dengan langkah-langkah yang di ambil oleh BPPN dalam rangka melaksanakan tugasnya berdasarkan PP No. 17 Tahun 1999 tersebut, termasuk biaya untuk menerbitkan surat peringatan, surat paksa, surat sita dan melakukan penyitaan terhadap asset debitur, biaya pengumuman lelang, biaya pelaksanaan lelang dan lain-lain akan di tanggung bersama oleh bank-bank sindikasi dan BPPN secara proporsional sesuai dengan besarnya penyertaan masing-masing.”

Dan Pasal 2 ayat (2) Kesepakatan Bersama, berbunyi “Terhadap seluruh resiko yang timbul dari dilaksanakannya pelimpahan wewenang penagihan piutang dari bank-bank sindikasi kepada BPPN dengan menggunakan kewenangan PP No. 17 Tahun 1999 akan di tanggung bersama oleh bank-bank sindikasi dan BPPN secara proporsional sesuai dengan besarnya penyertaan masing-masing.”

Sendi menambahkan, bunyi Pasal 2 ayat (1) dan (2) Kesepakatan Bersama tersebut, jelas menunjukkan tidak dilakukannya pengalihan piutang secara keseluruhan dari bank-bank sindikasi (para kreditur) kepada BPPN. Karena jika pengalihan piutang dilakukan secara keseluruhan kepada BPPN, mengapa segala biaya dan resiko yang timbul sehubungan dengan tindakan BPPN dimaksud, di tanggung bersama antara BPPN dengan bank-bank sindikasi secara proporsional sesuai dengan besarnya penyertaan masing-masing ?

Kalau pengalihan piutang dilakukan secara keseluruhan kepada BPPN, semestinya segala biaya dan resiko yang timbul akibat tindakan BPPN menagih utang kepada PT. GWP, haruslah di tanggung sendiri oleh BPPN dan tidak membawa serta lagi bank-bank sindikasi.

Perlu diingatkan juga bahwa Alfort Capital Limited telah melakukan upaya untuk dapat melakukan lelang eksekusi terhadap objek jaminan kredit yakni tanah dan bangunan Hotel Kuta Paradiso sesuai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 204/Desa Kuta, SHGB Nomor 205/Desa Kuta dan SHGB Nomor 207/Desa Kuta, yang mana lelang eksekusi tersebut telah dilaksanakan namun dibatalkan pada hari H (tanggal 12 Juli 2018) dikarenakan belum terbitnya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan Badung.

Adapun Sendi meminta kepada PT. GWP untuk segera melakukan kewajibannya membayar utang kepada para kreditur terutama Alfort Capital Limited yang jelas telah memiliki putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sejumlah USD 20,389,661.26 (dua puluh juta tiga ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus enam puluh satu dollar Amerika point dua puluh enam sen). (ANP)