Buang 20 Ribu Ton Beras, Bulog Lakukan Kejahatan Terhadap Negara

• Monday, 2 Dec 2019 - 22:30 WIB

Jakarta - Bulog berencana membuang 20.000 ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan lebih dari empat bulan senilai Rp160 miliar. Bulog juga minta kementerian keuangan untuk membayar ganti rugi terhadap 20 ribu ton beras itu. Dengan rencana itu, Bulog dianggap sejumlah pihak bukan hanya gagal dalam mengelola manajemen. Bahkan, Bulog dinilai telah melakukan kejahatan terhadap negara yang harus diusut.

Peneliti AEPI Salamudin Daeng menilai jika Bulog berencana membuang beras sangat keterlaluan. Bulog, kata dia, sudah melakukan pelanggaran berat.

"Kalau sampai terjadi pembusukan beras sebanyak itu sudah pelanggaran berat. Itu kejahatan ekonomi negara," kata Salamudin kepada wartawan, Senin (2/12/2019).

Dia melanjutkan, Bulog tidak boleh cuci tangan. Pimpinan Bulog harus dipanggil dan diminta bertanggungjawab.

"Bertanggungjawab orangnya panggil orang Bulog. Kenapa sebanyak itu dibuang? Kenapa tidak diantisipasi?" tanyanya.

Dia juga mendesak Bulog diproses secara hukum. Entah oleh kepolisian atau kejaksaan karena merugikan negara

"Karena Bulog kan BUMN," katanya.

Di kesempatan lain, pakar pertanian IPB, Prof Dwi Andreas mengatakan rencana Bulog itu menunjukkan tata kelola first in first out di sana tidak berjalan dengan baik.

“Memang benar dalam komoditas pertanian pembuangan tidak terhindarkan, karena beras mudah rusak. Dengan stok Bulog 2 juta ton lebih, jumlah 20 ribu ton rusak mungkin saja terjadi. Namun sebenarnya masih bisa ditekan jumlahnya,” ujarnya.

Berbagai langkah perbaikan, kata dia, bisa dilakukan Perum Bulog, terutama di manajemen barang pertama datang yang pertama keluar. Kemudian manajemen pengaturan suhu dan lingkungan gudang, serta pengemasan beras.

Dwi Andreas mengatakan, Bulog memang dituntut professional dalam mengelola beras sebagai bahan pokok.

“Mungkin saja ada kesalahan di manajemen, karena tata kelola first in first out sangat penting,” jelasnya.

Rencana pemusnahan beras yang sudah setahun di gudang bulog mendapat reaksi dari Asosiasi Pedagang pasar seluruh Indonesia (APPSI). Ketua Umum APPSI Ferry Juliantono menyayangkan  ini dilakukan.

"Hibahkan saja beras ke APPSI nanti kami yang akan mengolah dan mendistribusikannya karena masih banyak yang butuh daripada dimusnahkan dan perlu anggaran negara yang besar," ujarnya.

Dia juga menyatakan bahwa sistem inventory di Bulog seharusnya bisa memberikan alert manakala stok beras di gudang ada yang sampai setahun. Bulog sebaiknya sekarang menyimpan gabah kering hiking di gudang yang lebih tahan lama.

Diketahui, Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah, maka beras tersebut harus dimusnahkan. Karena beras yang terancam dimusnahkan adalah CBP, maka Bulog meminta ganti rugi pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan.

Namun, berdasar peraturan Menteri Pertanian juga, beras ini harusnya dijual di bawah harga eceran tertinggi atau HET, atau diolah kembali untuk memperbaiki mutu beras.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 88 Tahun 2018, dana untuk pengadaan Cadangan Beras Pemerintah 2019 sebesar Rp 2,5 triliun. Anggaran tersebut mensyaratkan, Bulog harus menyalurkan beras kepada masyarakat. Sebaliknya, pengadaan CBP oleh Bulog dilakukan menggunakan kredit perbankan terlebih dahulu.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengungkapkan bahwa pihaknya sampai saat ini masih menunggu kepastian penggantian anggaran 20 ribu ton stok CBP yang akan disposal stock.

"Ini yang jadi masalah. Permentan sudah ada tapi di Kemenkeu belum ada anggaran. Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan tapi untuk eksekusi disposal anggarannya tidak ada. Kalau kami musnahkan bagaimana penggantiannya?" kata Tri Wahyudi.

Dia mengatakan, rerata harga pembelian stok CBP yang tak lain adalah beras berjenis medium berada di kisaran Rp 8.000 per kilogram (kg). Sehingga jika dikalkulasi nilai beras yang akan disingkirkan lewat disposal stock tersebut setara dengan Rp 160 miliar. (ars)