Reformasi Struktural Jadi Kebutuhan dalam RAPBN 2022

AKM • Wednesday, 25 Aug 2021 - 10:28 WIB

Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah mengatakan, situasi di tengah pandemi Covid-19 yang menimbulkan ketidakpastian dalam seluruh aspek kehidupan. Reformasi struktural dinilainya menjadi kebutuhan dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2022.

"Selain kita bicara soal konsolidasi fiskal, kita di reformasi struktural ini banyak masalah. Syukur-syukur mudah-mudahan dengan Undang-Undang Cipta Kerja itu akan bisa mengurai,” ujar Said dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk ‘Menjaga RUU APBN 2022 untuk Kepentingan Rakyat’, di Media Center MPR/DPR/DPD, Selasa (24/8/2021).

Menurutnya, reformasi di segala bidang tersebut sangat penting dilakukan agar target APBN 2022 dapat tercapai. Selain itu, peningkatan SDM pada sektor pendidikan pun harus dilakukan.

"Semua itu kita urai, supaya keinginan kita bersama, dalam setiap tema APBN itu bisa tercapai," tambah politikus PDI-P tersebut.

Tema kebijakan fiskal tahun 2022 sendiri yaitu pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Untuk mewujudkan reformasi struktural tersebut, pemerintah perlu berbenah. Terutama dalam hal penanganan Covid-19. Misalnya, reformasi dalam bidang kesehatan.

"Selain target vaksinasi dan tes Covid-19, pemerintah harus meningkatkan fasilitas kesehatan. Diakui atau tidak, ada kesenjangan antara fasilitas kesehatan yang ada di desa dan kota,” terangnya.

Sementara di sisi lain, subsidi LPG 3 kilogram (kg) dan subsidi listrik juga harus dibenahi. Pasalnya, subsidi yang diberikan pemerintah selama ini tak tepat sasaran.

“Data TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) itu menunjukkan 40 persen dari masyarakat yang berhak menerima subsidi hanya menikmati 26 persen saja. Sisanya dinikmati orang kaya. LPG lebih rendah lagi hanya 22 persen, sisanya orang kaya yang menikmati itu,” ungkap Said.

Sebab saat ini variasi dari bantuan sosial sangat bermacam-macam, ia mengusulkan agar jumlah semua bantuan dapat dihitung dan diakumulasikan untuk seterusnya dapat didistribusikan kepada masyarakat dengan lebih optimal.

“Pemeriintan  dapat memaksimalkan pemberian kompensasi kepada masyarakat seperti subsidi listrik yang realisasinya belum sepenuhnya tepat sasaran,” tandasnya