Dunia Bersiap Hadapi Pergantian Hegemoni, Bagaimana dengan Indonesia?

Mus • Tuesday, 14 Jul 2020 - 19:14 WIB

Jakarta - Jika melihat trend belanja pertahanan dan perimbangan kekuatan militer di Asia Timur saat ini, maka para pakar pertahanan memprediksikan akan ada pergantian hegemoni dunia dalam tempo 20 mendatang. Hal ini terangkum dalam rangkaian Kuliah Umum dan Seminar Pertahanan Online yang diselenggarakan oleh The Indonesia Democracy Initiative (TIDI) sejak Senin (7/7) melalui aplikasi Zoom.

“Saat ini sudah terlihat mulai adanya perimbangan kekuasaan militer di kawasan Asia Timur,” ungkap peneliti pertahanan, Andi Widjajanto. Andi yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet ini juga mengatakan bahwa perebutan hegemoni akan terjadi antara Tiongkok dengan Amerika Serikat. 

“Sejak dipimpin Trump, Amerika Serikat mulai kehilangan kepemimpinan global,” ujar Andi. Hal ini membuat Tiongkok bisa mengembangkan pengaruhnya secara lebih luas.

Situasi transisi hegemoni memiliki dampak yang signifikan dalam situasi geopolitik. Salah satunya dapat menyebabkan terjadinya perang besar. 

“Dari 17 Hegemonic Transition yang terjadi dalam sejarah dunia, hanya 4 kali tidak dilalui dengan perang besar,"  ungkap Andi. Akan tetapi, perang di masa mendatang kemungkinan tidak akan seperti perang di masa lalu yang berkepanjangan.

Andi memprediksi bahwa perang perebutan kekuasaan wilayah tidak akan terjadi. Justru perang akan mengarah pada inovasi teknologi dan dominasi infrastruktur serta perebutan sumber daya. Hal ini membuat Andi menyimpulkan bahwa di masa mendatang akan terjadi Perang Dingin 2.0. 

Bagaimana dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi situasi transisi hegemoni di masa mendatang? 

Andi memprediksikan bahwa Indonesia tidak dapat berperan banyak dalam situasi tersebut. “Indonesia kemungkinan hanya akan menjadi bagian dari Global Supply Chain " ujar Andi. Ini disebabkan alokasi anggaran pertahanan Indonesia yang masih sangat terbatas dibandingkan negara lain.

Untuk dapat berperan lebih, Indonesia perlu melakukan beberapa pembenahan secara internal. Pertama, Indonesia perlu terus melakukan konsolidasi demokrasi dengan mulus. Dengan demikian, iklim bagi pertumbuhan industri pertahanan akan sehat seiring dengan sehatnya hubungan sipil-militer.

Kedua, Indonesia perlu menjaga pertumbuhan ekonomi seraya menambah porsi alokasi anggaran pertahanan terhadap GDP. Hal ini akan menghadapi tantangan yang cukup berat disebabkan pandemi virus korona yang turut memukul pertumbuhan ekonomi dan memotong anggaran pertahanan Indonesia.

Ketiga, Indonesia perlu mendorong industri pertahanan guna mendukung upaya Indonesia menuju autarky, atau memenuhi kemandirian pemenuhan kekuatan militer. Kondisi Indonesia menuju autarky masih jauh dan diprediksi tidak akan terjadi di tahun 2024.

“Suatu negara akan menjadi autarki kalau 70% produksinya dalam negeri. Autarki juga bisa dicapai dengan memilih di sisi apa kita akan mandiri, misal di senapan serbu, tank, atau lainnya," jelasnya. 

Seraya menekankan pentingnya upaya Indonesia dalam mengembangkan sendiri senapan serbu, tank anoa oleh PT PINDAD dan Kapal Selam oleh PT PAL. “Indonesia memiliki ciri khas dibandingkan negara lain, sebab hanya Indonesia di luar Tiongkok yang industri pertahanannya berkarakter BUMN," pungkas Andi. (jak)