Soal Biaya Haji 2023, Ketua MUI : Nilai Manfaat Bukan Hanya Untuk Jemaah Tahun ini

FAZ • Monday, 30 Jan 2023 - 22:24 WIB

JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengatakan dana nilai manfaat merupakan hak setiap warga yang sudah menyetorkan dana setoran awal haji.

Hal ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa, Asrorun Niam dalam kegiatan diskusi publik bertajuk 'BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan' yang digelar di Gedung Serba Guna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Senin (30/1/2023).

Diskusi publik ini menghadirkan tujuh narasumber yaitu Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PAN Ibnu Mahmud Bilalludin, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag Saiful Mujab, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, Anggota Badan Pelaksana BPKH  Indra Gunawan, Ketua Umum ICMI Arif Satria, Pengamat Haji/Ketua Pusat Rabithah Haji Ade Marfuddin dan Komnas Haji Mustolih Siradj.

Asrorun Niam menjelaskan nilai manfaat bukan hanya untuk calon jemaah haji yang akan berangkat pada tahun ini, namun juga untuk calon jemaah haji yang akan berangkat pada tahun mendatang.

Niam mengingatkan bahwa nilai manfaat calon jemaah haji yang sedang mengantre/jemaah tunggu, tidak boleh digunakan untuk menutup biaya jemaah haji yang akan berangkat. Bahkan menurutnya, jika hal tersebut dilakukan maka bisa masuk kategori malpraktek dalam penyelenggaraan ibadah haji.

“Nilai manfaat yang digunakan itu tidak sepenuhnya punya calon jemaah yang sedang akan berangkat, tetapi itu bisa jadi dari calon jemaah yang masih antri tunggu. Kalau digunakan untuk menutup BPIH bagi jemaah lain maka itu bisa masuk malpraktek penyelenggaraan ibadah haji," kata Niam dalam forum diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (30/1/2023).

"Dana BPIH milik calon haji yang masuk daftar tunggu, tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan. Kepemilikan dananya bersifat personal, meski dikembangkan secara kolektif, Manfaatnya dikembalikan secara personal," tambahnya.

Ia pun menjelaskan konsep Istitha’ah dalam penyelenggaraan ibadah haji telah dibahas oleh MUI sejak lama. Terakhir pada keputusan Ijtima Ulama Tahun 2012 menyebutkan bahwa Istitha’ah merupakan syarat wajib haji (syarth al-wujub), bukan syarat sah haji (syarth al-shihhah).

Dia mengatakan bahwa haji adalah masalah ibadah mahdhah yang kewajibannya terkait dengan syarat istitha’ah yang meliputi 3 hal yaitu Kesehatan baik Jasmani dan Ruhani, Bekal baik langsung (biaya perjalanan, living cost, dan biaya-biaya yang dibutuhkan) maupun tidak langsung memenuhi tanggungannya.

Kemudian, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag RI, Saiful Mujab mengatakan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444H/2023M yang diusulkan Menag menjadi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat merupakan angka ideal yang ditawarkan pemerintah. Sehingga angka tersebut masih bisa diterapkan di usulan-usulan selanjutnya.

"Pemerintah menawarkan itu angka ideal, cuma angka ideal dicapai saat ini, atau nanti dua tahun kedepan ini yang harus kita diskusikan baik dalam komisi VIII dengan BPKH. Angka seperti itu masih terbuka, sangat terbuka jadi belum kaku istilahnya," ujar dia.

Sementara itu, Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indra Gunawan menegaskan dukungan pada dana haji yang berkeadilan dan berkelanjutan. Dimana hal itu merupakan hak bagi seluruh umat muslim bahkan masyakarat dunia.

Kaidah dalam konsep syariah, lanjutnya, diperlukan guna memelihara berbagai hal termasuk proses keberlangsungan dalam menjalankan ibadah agama.

"Kami melihat sustainability harus dibangun dari efisiensi usulan pembiayaan haji di BPIH itu sendiri dan mudah-mudahan semua pihak mendukung upaya ini sehingga 5,3 jt jemaah itu bisa berangkat semua,"katanya.

"Jadi bukan sebatas 221 ribu jemaah yang berangkat tahun ini tapi juga saudara kita yang di belakang harus juga berangkat dengan dana yang cukup," ujar dia.