Peraih Nobel Fisika Prof. Gérard Mourou Beri Kuliah Umum Mahasiswa Baru UI

ANP • Wednesday, 28 Jul 2021 - 15:01 WIB

Depok - Prof. Gérard A. Mourou, Nobel Laureate Bidang Fisika pada tahun 2018, hadir secara virtual memberikan kuliah umum kepada mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) Tahun Akademik 2021/2022. Kuliah umum tersebut dilaksanakan kemarin (27/7), dihadiri oleh Rektor UI beserta para wakil rektor dan Sekretaris Universitas, Ketua Majelis Wali Amanat UI, para Dekan/Direktur dari 17 Fakultas/Sekolah Pascasarjana/Program Pendidikan Vokasi, dosen, pemimpin dan peneliti lembaga penelitian di Indonesia, dan lebih kurang 8.000 mahasiswa baru UI. 

Prof. Mourou memberikan pengantar dengan menjelaskan ketakjubannya terhadap cahaya.  Cahaya dari sebuah bola lampu terpancar keluar tidak koheren atau tidak berhubungan. Sedangkan, pada laser, sebuah alat yang memancarkan foton cahaya yang koheren, menunjukkan suatu sumber cahaya yang memancar dalam satu arah dan terbuat dari foton unik. Foton merupakan partikel elementer dalam fenomena elektromagnetik sebagai pembawa radiasi elektromagnetik, seperti cahaya, gelombang radio, dan Sinar-X. 

Laser dapat memancarkan semburan cahaya yang sangat singkat. Kemudian, ia menganalogikan cahaya lampu seperti pelari maraton yang menuju satu tujuan, namun mereka tidak saling mengenal satu sama lain, sedangkan cahaya yang koheren seperti tentara yang berbaris, di mana mereka berjalan pada fase yang sama. Semakin rapat barisnya, semakin koheren, dan semakin kecil luas permukaan yang terpapar, berpotensi untuk menghasil tekanan permukaan yang sangat besar, yang ia sebut sebagai cahaya ekstrim (extreme light).

Selanjutnya, Prof. Mourou membahas sebuah metode yang dapat menghasilkan denyut laser ultrapendek berintensitas tinggi yang disebut sebagai chirped pulse amplification (CPA). CPA merupakan hasil temuan dari penelitian yang dilakukannya bersama Prof. Donna Strickland. Temuan tersebut, bermula dari apakah ia dan Prof. Mourou bisa meningkatkan intensitas laser dengan skala yang lebih besar–atau dengan faktor ribuan kali. 

Saat itu, Prof. Mourou adalah pembimbing studi doktoralnya di University of Rochester. Prof. Mourou menyarankan untuk meregangkan pulsa cahaya ultra-pendek dengan energi rendah, memperbesar intensitasnya lalu memampatkannya. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk merevolusi bidang fisika laser intensitas tinggi, salah satu bidang di sains dasar, yaitu melihat bagaimana laser dengan intensitas tinggi mengubah materi, dan bagaimana materi mempengaruhi cahaya pada saat interaksi keduanya.

Prof. Mourou menjelaskan bahwa saat ini penggunaan CPA telah diterapkan pada pengobatan kanker, operasi mata laser, dan mesin yang tepat untuk kaca penutup pada smartphone. Pada operasi laser transplantasi kornea, instrumen mekanis seperti trephines membuat transplantasi ketebalan penuh yang membutuhkan penjahitan ekstensif serta waktu penyembuhan yang lama. Sedangkan, laser femtosecond dapat membuat bentuk kompleks, memungkinkan penguncian sendiri, dan transplantasi ketebalan parsial. 

Selain itu, Prof. Mourou memaparkan pemanfaatan CPA dalam kedokteran nuklir, yaitu terapi proton pada penggunaan teknologi cahaya ekstrem menjadi lebih ringkas, lebih presisi, dan lebih murah. Lalu, terapi nuklir, radionuklida digunakan untuk menanamkan pelet radioaktif langsung ke tumor, dan diagnostik nuklir, pada penggunaan scanner yang membutuhkan radioisotop, akselerasi laser ekstrem di klinik akan membuatnya lebih cepat dan lebih aman. 

Prof. Mourou juga menyampaikan bahwa laser Spektroskopi dapat digunakan pula untuk menginduksi peluruhan sampah nuklir dan mengidentifikasi/menghancurkan serpihan luar angkasa. Di akhir pemaparannya, ia menyimpulkan bahwa cahaya ekstrem mampu menghasilkan medan, percepatan/akselerasi, suhu, dan tekanan terbesar. “It carries the best hopes and opportunities for the future of science and society,” ujarnya.

Prof. Mourou menempuh pendidikan tinggi jurusan fisika di Universitas Grenoble dan kemudian di Université Pierre-et-Marie-Curie di Paris, di mana ia memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1973. Ia kemudian pindah ke Amerika Serikat dan meraih gelar profesor di University of Rochester. Di universitas tersebut ia bersama Prof. Donna Strickland mengembangkan CPA pada pertengahan tahun 1980-an, dan kemudian meraih Nobel Prize di tahun 2018. 

Kuliah umum tersebut dipandu oleh Kepala Center for Independent Learning (CIL) UI, Fransiskus Astha Ekadiyanto. Turut hadir perwakilan beberapa instansi pemerintah seperti Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, L.T. Handoko, staf dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Selain itu, ikut hadir mendengarkan kuliah umum tersebut dari Universitas Mulawarman, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Universitas Sriwijaya, Universiti Malaya, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Islam Bandung, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Padjadjaran, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Neger Yogyakarta, Universitas Pelita Harapan, Universitas Riau, Nanchang University, dan lainnya. Kuliah umum tersebut dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan live di kanal Youtube “Universitas Indonesia”. (ANP)